Perlemakan hati adalah kondisi di mana lemak menumpuk di hati sehingga fungsi hati terganggu. Tingkat keparahannya berbeda-beda, mulai dari perlemakan hati ringan (steatosis) hingga tahap yang lebih serius berupa peradangan (steatohepatitis) dan pengerasan hati akibat jaringan parut (sirosis).
Perlemakan hati adalah kondisi ketika terjadi penumpukan lemak di hati yang melebihi batas normal sehingga jaringan hati berisi lemak berlebih dan hati harus bekerja lebih keras untuk menjalankan fungsi hati sehari-hari. Dalam banyak kasus, perlemakan hati adalah kondisi yang tidak langsung menimbulkan gejala, tetapi jika dibiarkan dapat berkembang menjadi steatohepatitis, sirosis hati, kanker hati dan akhirnya menyebabkan gagal hati.

Secara medis, penyakit perlemakan hati dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari steatosis sederhana, kemudian steatohepatitis dengan peradangan (steatohepatitis), hingga terbentuk jaringan parut pada hati yang disebut sirosis hati. Tahap ini penting dipahami karena setiap tahap membawa tingkat kerusakan hati yang berbeda, dan penanganan perlemakan hati disesuaikan dengan penyebab serta seberapa jauh kerusakan hati sudah terjadi.
Baca Juga:
Penumpukan lemak di hati dapat terjadi karena berbagai sebab.
Kondisi ini sering kali ini disebabkan oleh meningkatnya kiriman asam lemak bebas (FFA) ke hati, meningkatnya produksi asam lemak di hati, penurunan oksidasi FFA, atau rendahnya produksi dan pelepasan lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) yang berfungsi mengangkut lemak dari hati.
Ketika sel-sel hati (hepatosit) mengalami stres oksidatif, sel stellata dapat teraktivasi yang kemudian menyebabkan peradangan.
Adapun penyebab perlemakan hati lainnya antara lain:
Obat-obatan tertentu bisa berkontribusi pada akumulasi lemak di hati. Contohnya, tamoxifen (untuk kanker payudara), amiodarone (untuk gangguan jantung), dan methotrexate (untuk kanker atau penyakit autoimun) dapat menghambat hati dalam memproses lemak dengan normal. Akibatnya, lama-kelamaan lemak akan menumpuk.
Sejumlah penyakit metabolik yang langka atau bersifat turunan dapat memengaruhi penyimpanan dan pemanfaatan lemak serta gula oleh tubuh.
Contohnya, gangguan penyimpanan glikogen (homosistinuria) bisa memicu peningkatan lemak di hati, yang pada akhirnya memberi tekanan berkepanjangan pada organ ini.
Perlemakan hati disebabkan oleh konsumsi alkohol berat, kendati bukan alasan utamanya, dapat merusak sel hati secara langsung. Kecanduan alkohol dalam jangka panjang bisa menimbulkan "alcoholic fatty liver" yang berpotensi berkembang menjadi penyakit hati yang lebih berat.
Kesehatan hati dapat terganggu baik oleh kekurangan maupun kelebihan nutrisi. Pemberian nutrisi total melalui infus, malnutrisi parah, atau diet ekstrem dapat menimbulkan stres pada hati dan akumulasi lemak. Sementara itu, pola makan tinggi gula dan lemak bisa melebihi kapasitas hati dalam mengolah lemak.
Adapun obesitas menjadi faktor risiko perlemakan hati. Studi pada pasien dengan obesitas berat yang menjalani operasi bariatrik (penurunan berat badan) menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang memiliki akumulasi lemak di hati. Sementara itu, sebagian kecil di antaranya dapat berkembang menjadi sirosis.
Risiko hati berlemak juga bisa meningkat akibat beberapa penyakit.
Misalnya, penyakit Wilson (kelainan genetik langka yang menyebabkan penumpukan tembaga di hati) dan penyakit celiac (reaksi autoimun terhadap gluten yang dapat merusak usus dan hati) sama-sama bisa menyebabkan penumpukan lemak dan peradangan hati seiring berjalannya waktu.
Gejala perlemakan hati umumnya tidak terlalu kentara. Namun demikian, sesekali penderitanya bisa mengalami keluhan-keluhan berupa mudah lelah, mual, dan rasa tidak enak di bagian perut kanan atas.
Tetapi bila kondisi ini sudah berlanjut menjadi sirosis, maka gejala khas sirosis dapat timbul, di antaranya:
Dalam diagnosis perlemakan hati, dokter memulai dengan tes darah untuk mengecek fungsi hati, kadar kolesterol dan lemak lain, serta kadar zat besi. Tes tambahan juga dapat dilaksanakan untuk menyingkirkan kemungkinan hepatitis virus atau hemochromatosis.
Jika enzim hati terus tinggi atau terdapat riwayat keluarga dengan penyakit hati, dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut, khususnya untuk penyakit autoimun hati, kelainan genetik tertentu, atau gangguan tiroid.
Di sisi lain, penyakit hati yang disebabkan alkohol dapat membuat enzim hati pasien meningkat. Enzim ini merupakan protein yang menunjukkan seberapa baik fungsi hati.
Kadar enzim sendiri tidak selalu mencerminkan derajat kerusakan hati. Namun demikian, pola perubahan enzim tersebut dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit hati akibat alkohol.
Guna mendiagnosis steatosis, tes pencitraan memegang peranan penting. USG menjadi metode yang paling umum karena aman dan harganya relatif terjangkau. USG mampu mendeteksi lemak di hati dengan tingkat keberhasilan 60-90%.
CT scan atau MRI juga tersedia sebagai alternatif. Namun, biayanya lebih tinggi dan jarang memberikan informasi tambahan yang lebih signifikan daripada USG.
Sebaliknya, untuk menegakkan diagnosis steatohepatitis diperlukan biopsi hati, yakni pengambilan sampel kecil jaringan hati untuk diamati di bawah mikroskop. Keputusan melakukan biopsi berdasarkan pada faktor risiko, hasil tes laboratorium, dan tingkat keparahan penyakit.
Biopsi ditujukan untuk pasien yang hasilnya terjamin akan membantu pengobatan, kasus dengan diagnosis tidak pasti, atau anak-anak yang sedang dipertimbangkan untuk terapi tertentu. Kendati informatif, biopsi hati bersifat invasif dan berisiko sedang.
Perlemakan hati apakah bahaya? Pada tahap awal, penyakit ini umumnya tidak berbahaya. Namun seiring waktu jika kondisinya memburuk, dapat menyebabkan kerusakan hati yang serius.
Oleh sebab itu, penting untuk melakukan skrining penyakit hati secara berkala atau segera konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam jika tubuh menunjukkan tanda-tanda yang tidak normal.
Berikut adalah beberapa cara mengatasi perlemakan hati yang dapat direkomendasikan oleh dokter:
Cara utama mengobati hati berlemak adalah dengan mengubah gaya hidup, khususnya pola makan sehat, menurunkan berat badan melalui diet sehat dan olahraga teratur. Tak hanya itu, penting juga untuk mengatur kadar gula darah dan kolesterol. Selain itu, perubahan gaya hidup yang dibahas juga tentu saja bisa menjadi langkah untuk mencegah perlemakan hati bagi orang yang belum terkena fatty liver.
Untuk pasien dengan obesitas berat, operasi penurunan berat badan seperti gastric bypass bisa dipertimbangkan. Studi menunjukkan bahwa penurunan berat badan 3-5% dapat mengurangi penumpukan lemak di hati. Akan tetapi, penurunan sekitar 10% diperlukan guna mengurangi peradangan hati.
Selama waktu tersebut, pasien sebaiknya tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan yang berpotensi merusak hati.
Di samping perubahan gaya hidup, penggunaan obat-obatan dan suplemen tertentu juga bisa membantu menangani hati berlemak:
Untuk pasien yang sudah mengalami sirosis, perubahan gaya hidup dan penggunaan obat saja mungkin tidak lagi efektif untuk menjaga kesehatan hati. Pada kondisi tersebut, transplantasi hati (cangkok hati) bisa menjadi solusi, yakni mengganti hati yang rusak dengan hati donor yang sehat.
Walaupun prosedurnya kompleks, transplantasi hati mampu memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan harapan hidup pasien dengan penyakit hati stadium akhir.
Pada akhirnya, akumulasi lemak di hati dapat berdampak pada kesehatan secara keseluruhan. Namun dengan deteksi dini dan perawatan yang tepat, efeknya dapat diminimalkan.
Oleh karena itu, jaga kesehatan hati Anda dengan berkonsultasi seputar perlemakan hati ke dokter spesialis penyakit dalam dan lakukan medical check-up berkala di Rumah Sakit Royal Progress. Pesan janji dengan mudah langsung di website RS Royal Progress.
Pada tahap awal, perlemakan hati umumnya tidak berbahaya dan bisa membaik dengan perubahan gaya hidup. Namun, bila dibiarkan atau disertai faktor risiko lain, kondisi ini dapat berkembang menjadi kerusakan hati berat seperti sirosis dan menyebabkan gagal hati.
Perlemakan hati sangat erat kaitannya dengan masalah metabolik seperti obesitas dan sindrom metabolik, di mana terjadi gangguan metabolisme lemak, gula, dan tekanan darah dalam tubuh. Sindrom metabolik sendiri mencakup kombinasi obesitas sentral dengan lemak perut berlebih, tekanan darah tinggi, kadar lemak darah tidak normal, dan sering disertai diabetes tipe 2 sehingga mengganggu metabolisme keseluruhan.
Menjaga berat badan ideal, menerapkan pola makan sehat rendah lemak jenuh dan gula berlebih, serta rutin berolahraga. Selain itu, batasi atau hentikan konsumsi alkohol, kontrol gula darah dan kolesterol (terutama bila memiliki diabetes atau sindrom metabolik), dan lakukan pemeriksaan fungsi hati secara berkala bila memiliki faktor risiko seperti obesitas atau riwayat keluarga penyakit hati.
