Bukan hanya hiperkalemia, hipokalemia juga termasuk gangguan elektrolit yang kerap terjadi karena perubahan jumlah kalium yang masuk ke tubuh. Bila sudah parah, kondisi ini bisa memicu komplikasi serius hingga mengancam nyawa, misalnya aritmia maupun kegagalan pernapasan.
Hipokalemia adalah kondisi ketika kadar kalium atau potassium dalam darah lebih rendah dari batas normal. Faktanya kekurangan kalium jauh lebih umum daripada hiperkalemia (kadar kalium tinggi) walaupun umumnya hanya terjadi dalam tingkat ringan.
Normalnya, kadar kalium dalam darah harus berada di atas 3,5 mmol/L. Jika kurang dari itu, dokter mengelompokkan tingkat keparahan menjadi ringan (3-3,4 mmol/L), sedang (2,5-3 mmol/L), atau berat (di bawah 2,5 mmol/L).
Adapun penyebab umum hipokalemia secara garis besar dapat dibagi ke dalam kategori berikut:
Penyebab paling umum kurangnya asupan kalium adalah karena tubuh tidak mendapat cukup kalium dari makanan. Padahal, banyak bahan makanan sehari-hari yang mengandung kalium, antara lain pisang, jeruk, kentang, kacang, bayam, dan yogurt.
Umumnya, pola makan yang baik sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ini. Tetapi ketika nutrisi tidak tercukupi, risiko kekurangan bisa timbul. Selain itu, gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia pun dapat mengurangi asupan kalium secara tajam.
Tidak selalu rendahnya kalium darah disebabkan oleh hilangnya kalium dari tubuh. Ada kalanya kalium justru berpindah dari darah menuju sel-sel tubuh. Perpindahan ini bisa timbul setelah pengobatan tertentu.
Contohnya, pemberian suntikan insulin dapat menyebabkan kalium ikut masuk ke sel bersama glukosa, yang membuat kadar kalium dalam darah turun sementara. Begitu pula dengan obat inhalasi β-adrenergik untuk asma atau masalah pernapasan lain yang dapat menimbulkan efek serupa.
Kadar kalium yang rendah juga bisa terjadi karena tubuh mengeluarkan kalium dalam jumlah berlebihan. Misalnya, banyak berkeringat atau berkeringat dalam waktu lama bisa menguras cadangan kalium bersama elektrolit lainnya.
Selain itu, obat-obatan tertentu seperti loop diuretic yang diberikan pada penderita hipertensi atau penyakit jantung juga mendorong ginjal membuang lebih banyak kalium lewat urin.
Di sisi lain, sejumlah penyakit ginjal mampu mengganggu keseimbangan kalium, sehingga terjadi kehilangan kalium yang berkelanjutan. Faktor lain yang tak kalah penting adalah masalah pencernaan. Diare atau muntah berulang segera menguras cadangan kalium sebab banyak yang terbuang lewat saluran cerna.
Berikut adalah gejala-gejala hipokalemia berdasarkan tingkat keparahannya:
Supaya lebih waspada, penting untuk mengetahui siapa saja yang lebih berisiko mengalami hipokalemia. Beberapa kondisi dan kebiasaan tertentu bisa membuat kadar kalium dalam darah lebih mudah turun.
Beberapa faktor risiko hipokalemia antara lain:
Hipokalemia yang dibiarkan tanpa pengobatan bukan hanya membuat tubuh terasa lemah, tetapi juga dapat mengganggu fungsi organ penting. Beberapa komplikasi hipokalemia yang perlu diwaspadai yaitu:
Riwayat medis pasien utamanya menjadi kunci bagi dokter dalam menegakkan diagnosis hipokalemia. Walau demikian, pemeriksaan tetap dibutuhkan guna memastikan tingkat keparahan dan menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain.
Tes-tes yang kerap dijalankan meliputi tes darah, tes urin, rekaman elektrokardiogram (EKG) untuk mengecek irama jantung, dan pencitraan.
Melalui tes darah yang mengukur elektrolit, dokter dapat mengetahui tingkat keparahan penyakit sekaligus melihat apakah ada gangguan keseimbangan lain. Sebagai contoh, pada pasien dengan alkalosis, kadar kalsium dan magnesium juga bisa ikut rendah bersama rendahnya kalium.
Mengecek kadar klorida juga bermanfaat. Pasalnya, kadar tinggi bisa menunjukkan ginjal sedang membuang kalium, sementara kadar rendah sering terkait dengan muntah. Untuk memastikan peran ginjal, dokter kerap melakukan tes urin 24 jam guna mengukur jumlah kalium yang hilang.
Sebagai tambahan, tes gas darah juga bisa digunakan untuk mengevaluasi keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
Rendahnya kadar kalium dalam darah bisa memengaruhi kestabilan irama jantung dan menyebabkan aritmia. Gangguan ini dapat berupa denyut tambahan dari ruang atas maupun bawah jantung, denyut lambat, atau serangan detak cepat.
Adapun risiko komplikasi semakin tinggi pada pasien lanjut usia, penderita penyakit jantung, serta yang sedang mengonsumsi obat-obatan seperti digoksin atau antiaritmia.
Pasien dengan kadar kalium rendah yang menjalani anestesi berisiko mengalami aritmia serta penurunan fungsi pompa jantung, terlebih bila kadar kalium turun secara tiba-tiba.
Kelainan pada rekaman EKG biasanya muncul pada tingkat keparahan sedang sampai berat, namun kondisi ringan pun terkadang dapat bermasalah, terutama jika ada faktor lain yang menyertai seperti magnesium rendah atau penggunaan obat digitalis.
Sekalipun tidak selalu menjadi pilihan awal dalam mendiagnosis penyebab kalium rendah, tes pencitraan masih diperlukan untuk melengkapi informasi.
USG ginjal, misalnya, dapat mendeteksi adanya kista, tumor, atau penyumbatan yang berhubungan dengan hilangnya kalium. CT scan atau MRI berguna untuk memeriksa kelainan pada kelenjar adrenal maupun otak yang berhubungan dengan keseimbangan hormon dan memengaruhi kadar kalium.
Sementara itu, rontgen dada dapat memperlihatkan penyakit paru seperti PPOK yang dapat mengubah keseimbangan kalium. Sedangkan pada pasien dengan kerapuhan tulang atau batu ginjal, pemindaian densitas tulang dapat membantu mengidentifikasi osteoporosis atau osteomalasia.
Seperti yang telah kita ketahui dari penjelasan sebelumnya, kalium rendah pada dasarnya mampu memicu berbagai komplikasi, mulai dari aritmia sampai gangguan fungsi pernapasan.
Oleh karena itu, prioritas utama dalam tatalaksana hipokalemia adalah segera mengembalikan kadar kalium ke rentang aman supaya tidak terjadi komplikasi-komplikasi tersebut.
Bila risiko awal sudah terkontrol, penggantian kalium dapat dilanjutkan secara perlahan, sambil dilakukan evaluasi dan terapi untuk hipokalemia terhadap penyebab utamanya.
Pada tingkat ringan maupun sedang, penderita sering kali tidak merasakan gejala berarti. Oleh sebab itu, penanganannya tidak dianggap gawat darurat.
Dalam situasi seperti ini, dokter menyarankan obat untuk mengatasi hipokalemia berupa suplemen kalium dalam bentuk oral. Asupan sekitar 60-80 mmol per hari selama beberapa hari hingga minggu sudah cukup untuk menormalkan kembali kadar kalium.
Jika tergolong berat atau sudah menimbulkan keluhan tak tertahankan, penggantian kalium mesti dilakukan segera. Dokter menggunakan kalium klorida dalam dosis tinggi melalui pemberian dalam rentang waktu beberapa jam.
Cara pemberiannya bisa lewat mulut, infus, atau keduanya sekaligus, sesuai kebutuhan. Infus menjadi prioritas apabila pasien mengalami aritmia, keracunan digoksin, atau serangan jantung.
Kabar baiknya, hipokalemia sering kali bisa dicegah dengan kebiasaan sehat sehari-hari. Dengan pengaturan pola makan, konsumsi cairan yang cukup, serta pemantauan medis bila diperlukan, kadar kalium dapat tetap stabil.
Beberapa langkah pencegahan hipokalemia yang dapat dilakukan:
Mulai dari yang ringan tanpa gejala hingga yang berat dan berisiko fatal, hipokalemia memerlukan perhatian serius dan penanganan tepat waktu. Bila Anda memiliki keluhan terkait kadar kalium atau gejala yang berulang, jangan tunda untuk mencari bantuan medis.
Untuk itu, Rumah Sakit Royal Progress menyediakan layanan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam serta medical check-up berkala. Segera pesan jadwal kunjungan Anda dengan praktis melalui website kami!
Kadar kalium yang normal dalam darah umumnya sekitar 3,5-5,0 mmol/L. Di bawah 3,5 mmol/L sudah termasuk rendah (hipokalemia).
Dokter akan mengukur kadar kalium lewat tes darah. Bila perlu, bisa ditambah tes urine 24 jam untuk melihat berapa banyak kalium yang keluar lewat urin.
Penyebab kekurangan kalium antara lain diare, muntah, keringat berlebihan, penggunaan obat diuretik, asupan kalium dari makanan yang kurang, penyakit ginjal, dan gangguan hormon tertentu.
Kalium membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, kerja saraf, dan otot, terutama otot jantung. Jika tidak menjaga keseimbangan kalium, risiko gangguan irama jantung, lemah otot, dan masalah pencernaan akan meningkat.
Untuk menjaga kadar kalium yang normal, rutin konsumsi makanan kaya kalium (misalnya pisang, jeruk, kentang, bayam, kacang-kacangan) dan lakukan cek laboratorium bila berisiko. Konsumsi suplemen kalium sebaiknya hanya sesuai anjuran dokter.
