Imunisasi DT adalah imunisasi untuk melindungi anak dari infeksi difteri dan tetanus yang bisa berakibat sangat parah, bahkan bisa mengancam jiwa. Vaksin ini yang berisi toksoid difteri dan tetanus yang sudah dilemahkan.
Artikel ini akan membahas dengan bahasa sederhana perbedaan DT, DPT, dan Td, jadwal imunisasi anak menurut rekomendasi IDAI dan CDC, manfaat, efek sampingnya, hingga apa yang perlu dilakukan bila anak mengalami demam setelah suntikan.
Imunisasi dt adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri dan tetanus yang disebabkan oleh toksin bakteri tertentu. Vaksin tersebut mengandung toksoid difteri dan toksoid tetanus yang sudah dilemahkan sehingga tidak menyebabkan penyakit difteri, tetapi cukup kuat untuk memicu sistem imun membentuk pertahanan. Dengan begitu, tubuh anak membentuk sistem kekebalan dan kekebalan tubuh terhadap infeksi difteri dan tetanus tanpa harus mengalami penyakit berbahaya lebih dulu.
Penyakit Difteri termasuk penyakit menular yang menyebar melalui droplet ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Bakteri Corynebacterium menghasilkan toksin yang menyerang tenggorokan dan saluran pernapasan, dapat menyebabkan selaput tebal yang menyumbat jalan napas serta komplikasi seperti gangguan jantung dan saraf. Tanpa imunisasi, difteri dan tetanus termasuk penyakit berbahaya dengan risiko kematian yang cukup tinggi, terutama pada anak yang berusia kecil.
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Tetanus tidak menular dari orang ke orang, tetapi bakteri masuk melalui luka yang kotor dan mengeluarkan racun yang menyerang sistem saraf. Gejalanya berupa kaku rahang, kaku seluruh tubuh, kejang, dan gangguan pernapasan yang sangat parah, sehingga pencegahannya jauh lebih aman dan efektif dibanding mengobati. Karena difteri dan tetanus bisa menyerang siapa saja, organisasi seperti IDAI dan WHO dan sangat menekankan pentingnya imunisasi difteri tetanus sejak usia dini.
DT adalah jenis imunisasi yang mengandung toksoid difteri dosis penuh dan toksoid tetanus tanpa komponen pertusis. Pemberian vaksin DT biasanya ditujukan untuk anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin pertusis, misalnya riwayat alergi berat terhadap vaksin pertusis atau gangguan saraf tertentu setelah vaksin dpt.
DPT atau DTP (difteri, pertusis, tetanus) adalah vaksin yang melindungi dari difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan) sekaligus. Vaksin pertusis dalam DPT sangat penting untuk melindungi dari batuk rejan yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan berat pada bayi dan anak kecil.
Sementara itu Td adalah vaksin tetanus dan difteri dengan dosis difteri yang lebih rendah, direkomendasikan untuk anak usia lebih besar, remaja, dan orang dewasa sebagai booster imunisasi lanjutan.
Saat vaksin dt disuntikkan ke lengan atau tungkai, vaksinasi memasukkan toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimodifikasi agar tidak menimbulkan penyakit. Vaksin tersebut mengandung komponen yang merangsang sistem imun sehingga tubuh membentuk respons kekebalan terhadap racun difteri dan tetanus.
Sistem kekebalan kemudian mempelajari "pola" racun tersebut dan membentuk antibodi untuk melindungi bila suatu saat bakteri penyebab penyakit difteri dan tetanus masuk ke tubuh.
Proses ini membantu melindungi anak dari infeksi difteri dan tetanus sehingga bila terpapar, tubuh sudah siap dan penyakit yang muncul jauh lebih ringan atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Dengan kata lain, imunisasi dt membantu mencegah terjadinya penyakit dan mencegah komplikasi parah yang bisa membahayakan buah hati.
Imunisasi difteri tetanus memberikan perlindungan individual bagi anak sekaligus membantu membentuk kekebalan kelompok di masyarakat. Ketika cakupan imunisasi tinggi, penularan difteri di lingkungan dapat ditekan sehingga anak-anak yang belum bisa divaksin (misalnya karena kondisi medis tertentu) juga ikut terlindungi. Dengan menjaga jadwal booster seperti Td pada remaja dan dewasa, perlindungan terhadap tetanus dan difteri dapat bertahan seumur hidup.
Manfaat lainnya adalah mencegah komplikasi parah yang membutuhkan perawatan intensif dan biaya medis yang besar, karena difteri dan tetanus sering menimbulkan gangguan jantung, saraf, dan pernapasan yang serius. Vaksinasi difteri tetanus yang teratur dinilai sangat direkomendasikan oleh WHO dan IDAI sebagai upaya efektif melindungi anak yang berusia dari infeksi berbahaya. Dengan demikian, imunisasi dt dan td menjadi bagian penting dari layanan pencegahan penyakit yang tidak boleh dilewatkan.
Menurut rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan berbagai panduan internasional seperti CDC dan WHO, imunisasi difteri dan tetanus biasanya dimulai dengan DPT pada bayi. Dosis primer diberikan beberapa kali pada anak berusia 2, 3, dan 4 bulan, diikuti booster pada usia 18 bulan dan sekitar usia 5 tahun untuk menjaga kekebalan tetap optimal.
Untuk anak yang berusia 7 tahun ke atas, remaja, dan orang dewasa, Td digunakan sebagai booster lanjutan dengan jadwal tiap 10 tahun atau sesuai kondisi medis tertentu. Secara umum, pemberian imunisasi lanjutan dan jadwal dosis booster ini direkomendasikan agar kekebalan tidak menurun seiring waktu.
Secara umum, imunisasi DT, DPT, maupun Td dinilai aman dan efektif oleh lembaga internasional seperti WHO dan CDC, serta direkomendasikan oleh IDAI di Indonesia. Efek samping yang muncul umumnya ringan dan sementara, misalnya nyeri pada daerah suntikan, pembengkakan ringan di lengan atau tungkai, dan sedikit demam.
Reaksi yang lebih berat seperti alergi parah sangat jarang terjadi, tetapi tetap perlu diwaspadai dan segera mendapatkan penanganan medis jika muncul tanda seperti sesak napas, ruam luas, atau penurunan kesadaran. Dengan membandingkan risiko penyakit difteri dan tetanus yang sangat parah dengan efek samping ringan yang umumnya terjadi, para ahli menilai manfaat imunisasi jauh lebih besar daripada risikonya.
Ada beberapa kondisi ketika pemberian vaksin difteri tetanus perlu ditunda atau dipertimbangkan ulang. Anak yang sedang mengalami infeksi berat dengan demam tinggi sebaiknya menunda imunisasi sampai kondisi membaik agar respons tubuh terhadap vaksin optimal. Anak yang memiliki riwayat alergi berat terhadap komponen vaksin, misalnya reaksi anafilaksis setelah dosis sebelumnya, tidak boleh menerima jenis vaksin yang sama dan perlu konsultasi dengan dokter.
Selain itu, pada anak dengan gangguan saraf tertentu atau riwayat kejang setelah vaksin pertusis, dokter dapat memilih DT sebagai alternatif tanpa komponen Pertusis. Penilaian medis sangat penting untuk menentukan jenis vaksin dan dosis yang paling aman dan sesuai, sehingga semua keputusan pemberian vaksin harus melibatkan dokter anak atau tenaga medis kompeten.
Untuk melindungi buah hati dari difteri, tetanus, dan komplikasi parahnya, segera lengkapi imunisasi atau Vaksin untuk anak Anda di RS Royal Progress. Bila masih ragu atau ingin mengetahui jenis vaksin yang paling tepat, lakukan konsultasi dengan dokter spesialis anak di RS Royal Progress agar imunisasi anak berjalan aman, tepat, dan optimal.

