Sistem kekebalan tubuh manusia bekerja sebagai 'tameng' dari berbagai penyakit dan infeksi. Sayangnya, pada penyakit autoimun, sistem imun malah salah sasaran dan menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Akibatnya, autoimun dapat menimbulkan masalah serius yang melemahkan tubuh penderitanya.
Autoimun adalah penyakit di mana sistem kekebalan tubuh yang biasanya berfungsi melawan kuman justru salah mengira dan menyerang sel-sel sehat. Situasi ini terjadi lantaran sistem imun tidak lagi mampu membedakan antara tubuh sendiri dengan zat asing.
Kelompok penyakit ini dapat muncul dengan gejala autoimun yang berbeda-beda. Sebagian hanya mengenai satu organ, sementara sebagian lain berdampak pada seluruh tubuh. Beberapa contoh penyakit autoimun adalah diabetes tipe 1, lupus, skleroderma, dan penyakit tiroid.
Kasus penyakit ini kini semakin banyak, meskipun para ahli masih belum sepenuhnya memahami alasan pastinya. Penyakit ini paling banyak menjangkiti perempuan, dan termasuk penyebab kematian tertinggi pada wanita muda maupun setengah baya.
Data memperkirakan 3 dari 4 kasusnya muncul pada perempuan, paling sering selama usia produktif.
Sementara itu, kekhawatiran terbesar orang-orang umumnya adalah terkait autoimun apakah berbahaya. Singkatnya, ya, penyakit ini berbahaya karena hingga kini sebagian besar belum ada terapi yang dapat mengatasi penyebabnya.
Penderitanya harus menjalani hidup dengan kondisi tersebut, pengobatan tak berkesudahan, gangguan fungsi organ, kehilangan kesempatan bekerja, dan biaya perawatan yang tidak sedikit. Akan tetapi, beban yang timbul tidak hanya memberatkan pasien, tetapi juga keluarga serta masyarakat.
Penyebab autoimun pada dasarnya adalah sistem kekebalan tubuh yang tidak berjalan normal. Kondisi ini sering kali muncul karena gabungan faktor genetik dari keluarga dan faktor lingkungan, seperti infeksi maupun paparan tertentu.
Berikut sejumlah faktor risiko autoimun yang sudah terungkap sejauh ini.
Faktor genetik berperan dalam meningkatkan risiko gangguan kekebalan tubuh. Pengamatan awal menunjukkan bahwa seorang pasien dapat menderita beberapa penyakit sekaligus, dan anggota keluarga dengan hubungan dekat pun dapat mengalami kondisi serupa.
Pengamatan ini mendorong peneliti melakukan studi epidemiologi dengan membandingkan kejadiannya antara kembar identik dan kembar tidak identik. Studi menunjukkan bahwa faktor keturunan menyumbang kurang lebih sepertiga dari total risiko kelainan sistem imun.
Selain itu, penyakit ini juga bisa berakibat dari faktor lingkungan tertentu. Salah satu contohnya adalah obat procainamide dan hydralazine yang dapat menyebabkan gejala menyerupai lupus. Namun, gejala tersebut akan menghilang setelah penggunaan obat dihentikan.
Obat lain pun ada yang dikaitkan dengan reaksi serupa, termasuk yang menyerang sel darah hingga menimbulkan anemia atau trombosit rendah.
Tak hanya itu, peneliti juga menyoroti logam sebagai salah satu pemicunya. Banyak jenis logam diketahui cenderung melemahkan sistem imun. Akan tetapi, logam seperti merkuri, emas, dan perak justru merangsang sistem imun secara berlebihan dan berpotensi memicu autoimunitas.
Adapun infeksi menjadi pemicu lingkungan paling umum dari kelainan sistem imun. Misalnya, penyakit jantung rematik dapat terjadi setelah infeksi bakteri streptokokus grup A yang juga merupakan penyebab radang tenggorokan.
Ada juga sindrom Guillain-Barré (gangguan saraf yang datang tiba-tiba) yang dikaitkan dengan infeksi bakteri atau virus tertentu. Begitu pula dengan artritis reaktif yang sering muncul setelah adanya infeksi di usus.
Pilihan gaya hidup juga berpengaruh. Nutrisi khususnya memainkan peran penting bagi sistem kekebalan tubuh. Contohnya, antioksidan diketahui dapat memperkuat sistem imun.
Dalam studi pada hewan, tikus menunjukkan umur lebih panjang atau gejala muncul lebih lambat jika mendapat suplemen antioksidan dan lemak sehat seperti omega-3.
Tahap pertama dalam pengobatan setiap kondisi kesehatan adalah memastikan diagnosis yang tepat. Untuk gangguan kekebalan tubuh, tidak mudah menegakkan diagnosis autoimun karena penyakit ini dapat menyerang hampir semua organ dan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda.
Tanda-tandanya sendiri sering baru muncul setelah kondisinya sudah lanjut. Karena itu, sulit untuk mendeteksi lebih awal.
Proses diagnosis umumnya dimulai dengan pemeriksaan riwayat kesehatan secara menyeluruh, mencakup pertanyaan tentang pekerjaan, lingkungan rumah, dan paparan lain. Gejala awal seperti lelah, nyeri sendi atau otot, demam, atau perubahan berat badan tak jarang samar karena bisa timbul akibat kondisi lain.
Sekalipun tanda-tanda ini sendiri belum tentu menunjuk pada penyakit imun tertentu, mengetahui kapan gejala pertama muncul dapat memberikan informasi penting. Riwayat keluarga juga penting mengingat kelainan sistem imun bersifat keturunan.
Selain itu, informasi tentang pekerjaan dan gaya hidup pasien dapat mengungkap paparan yang berkaitan dengan gangguan kekebalan imun tertentu.
Studi terkini menunjukkan bahwa tes antibodi spesifik di darah dapat mendeteksi penyakit imun lebih cepat. Dengan demikian, pengobatan dapat segera dilakukan.
Contohnya, orang yang nantinya menderita diabetes tipe 1 biasanya sudah memiliki antibodi yang menyerang sel penghasil insulin sebelum gejala terlihat. Jika antibodi ini terdeteksi (khususnya pada orang dengan riwayat keluarga atau faktor genetik), risiko penyakit muncul di kemudian hari menjadi lebih besar.
Selain itu, dokter juga memanfaatkan tes pencitraan untuk mendiagnosis dan memonitor penyakit imun. Sebagai contoh, CT scan yang menampilkan plak (area kerusakan saraf di otak) berguna dalam diagnosis dan pemantauan multiple sclerosis termasuk efektivitas pengobatan.
Tak hanya itu, berbagai teknologi pencitraan canggih kini semakin banyak digunakan untuk memantau perkembangan gangguan kekebalan tubuh lainnya.
Saat ini pengobatan penyakit ini hanya bertujuan untuk mengatasi gejalanya karena belum ada obat yang menyembuhkannya secara total. Adapun secara garis besar ada dua cara mengatasi penyakit autoimun.
Yang pertama menitikberatkan pada penggantian atau dukungan terhadap fungsi tubuh yang sudah terganggu. Misalnya, pasien diabetes tipe 1 membutuhkan insulin guna menggantikan hormon yang tidak lagi dihasilkan pankreas. Demikian pula, pasien dengan penyakit tiroid harus mengonsumsi hormon tiroid.
Perawatan-perawatan ini tidak menghentikan prosesnya, tetapi membantu mengontrol gejala. Pada sebagian besar kasus, terapi penggantian ini harus dijalani seumur hidup.
Di samping itu, dokter dapat menganjurkan transplantasi untuk mengganti organ yang rusak. Misalnya, pasien dengan penyakit ginjal atau jantung dapat menjalani transplantasi ginjal atau jantung.
Cara kedua adalah dengan menekan sistem kekebalan yang terlalu aktif. Untuk penyakit yang melibatkan seluruh tubuh, dokter dapat meresepkan obat imunosupresan yang menurunkan aktivitas imun dan membantu mengontrol gejala.
Namun, obat ini juga membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi dan bisa menimbulkan efek samping. Karena itu, penggunaannya harus hati-hati. Dokter umumnya meresepkan imunosupresan untuk penyakit parah, seperti lupus dan rheumatoid arthritis.
Baca Juga:
Mengingat betapa kompleksnya gangguan autoimun, perlu perawatan khusus untuk melindungi fungsi organ. Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, kualitas hidup pasien dapat meningkat secara signifikan. Rumah Sakit Royal Progress siap mendampingi setiap langkah perawatan, jadi segera jadwalkan konsultasi Anda!
Gejala awal yang sering muncul meliputi kelelahan, demam ringan berulang, nyeri otot atau sendi, ruam kulit, hingga gangguan konsentrasi; keluhan dapat datang–pergi (flare) dan remisi tergantung jenis penyakitnya.
Banyak gejala bersifat tidak spesifik dan mirip kondisi lain, sehingga kerap baru terdeteksi ketika sudah lebih lanjut atau saat terjadi flare; variasi organ yang terdampak membuat gambaran klinis sangat beragam.
Kelelahan adalah keluhan yang sangat sering dan dapat mengganggu aktivitas harian serta kualitas hidup; mekanismenya terkait aktivasi inflamasi yang memengaruhi sistem saraf.
Jika mengalami kombinasi kelelahan menetap, nyeri sendi/otot, demam ringan berulang, atau ruam kulit yang tak jelas penyebabnya, terutama bila ada riwayat autoimun di keluarga.